Kiat Mengokohkan Akar Keislaman: Tinjauan Hadis At-Tirmidzi No. 2516

Oleh : Abdi Firman

Dalam dinamika kehidupan seorang muslim, menjaga kemurnian dan konsistensi iman merupakan fondasi utama dalam menapaki jalan Islam. Keislaman bukan sekadar identitas formal, melainkan sistem keyakinan yang mencakup dimensi spiritual, intelektual, dan praksis sosial. Oleh karena itu, penguatan akar keislaman menjadi kebutuhan yang esensial agar individu tetap istiqamah dalam menjalani kehidupan, terlebih di tengah derasnya arus ujian dan tantangan zaman.

Salah satu pelajaran monumental terkait hal ini dapat ditarik dari nasihat Rasulullah ﷺ kepada Abdullah bin ‘Abbas, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam hadis nomor 2516. Hadis ini dinilai hasan sahih dan menyimpan prinsip-prinsip fundamental dalam membangun keteguhan iman seorang muslim sejak usia dini.

Teks Hadis

عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ يَوْمًا، فَقَالَ:
"يَا غُلَامُ! إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ. وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ، لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ، لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ".
(HR. At-Tirmidzi, No. 2516; hasan sahih)

Hadis ini memuat pesan-pesan penting dalam membentuk pondasi akidah dan spiritualitas seorang muslim. Paling tidak terdapat lima prinsip utama yang dapat dipetik dalam konteks penguatan akar keislaman:

1. Menjaga Allah: Jalan Menuju Penjagaan Ilahi

Ungkapan “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu” bukan berarti menjaga Dzat Allah, melainkan menjaga batasan-batasan-Nya, yakni dengan menunaikan perintah, menjauhi larangan, serta memelihara integritas niat dalam beramal. Dalam tafsirnya, Ibn Rajab al-Hanbali menjelaskan bahwa makna "ihfazhillah" adalah menjaga agama, hukum, dan amanah Allah dalam kehidupan.

Firman Allah dalam QS. Muhammad: 7 menguatkan konsep ini:

"Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad: 7)

Dengan demikian, penjagaan terhadap nilai-nilai Islam secara konsisten akan melahirkan kekuatan iman dan stabilitas spiritual.

2. Ketergantungan Total kepada Allah

Nabi ﷺ bersabda:“Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah; dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. (HR. At-Tirmidzi)

Pernyataan ini mencerminkan esensi tauhid yang murni. Hanya Allah yang berhak menjadi tempat bergantung dalam segala urusan, baik duniawi maupun ukhrawi. Ketergantungan kepada selain-Nya, terlebih dalam aspek yang bersifat ghaib atau metafisik, merupakan bentuk penyimpangan dari prinsip tauhid.

Dalam konteks ini, berbagai bentuk praktik kesyirikan yang masih ditemukan dalam masyarakat perlu diwaspadai, di antaranya:

a. Berdoa kepada selain Allah

Misalnya, meminta pertolongan kepada tokoh atau wali yang telah wafat. Hal ini bertentangan dengan QS. Yunus: 106 dan QS. Al-Ahqaf: 5, yang menegaskan bahwa selain Allah tidak memiliki kuasa memberikan manfaat maupun mudarat.

b. Penggunaan Jimat dan Azimat

Rasulullah ﷺ bersabda:“Barang siapa menggantungkan tamimah (jimat), maka sungguh ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad, no. 17440)

Kepercayaan terhadap benda bertuah sebagai pelindung atau pembawa keberuntungan merupakan bentuk syirik karena menganggap benda memiliki kekuatan di luar izin Allah.

c. Memercayai Dukun dan Paranormal

Nabi ﷺ menyatakan bahwa membenarkan ucapan dukun adalah bentuk kekufuran terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ. (HR. Ahmad, no. 9532)

d. Pengobatan Alternatif Berkedok Spiritual

Praktik perdukunan yang dibalut sebagai pengobatan sering kali melibatkan jampi, pemanggilan roh, atau media ghaib yang hakikatnya mengarah pada kesyirikan.

3. Meyakini Takdir sebagai Pilar Ketenangan Jiwa

Hadis tersebut juga memuat ajaran mengenai keyakinan terhadap takdir, yakni bahwa segala sesuatu yang terjadi telah ditentukan oleh Allah. Pemahaman ini menjadi sumber ketenangan dan kekuatan dalam menghadapi dinamika kehidupan. Seorang mukmin yang memahami konsep takdir tidak mudah larut dalam kesedihan maupun euforia berlebih. Ia menyikapi setiap peristiwa dengan sikap tawakal dan ridha.

4. Mengenal Allah di Waktu Lapang

Dalam riwayat lain disebutkan: “Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalmu di waktu sempit.”

Hadis ini mengajarkan pentingnya membangun hubungan yang kuat dengan Allah bukan hanya saat dalam kesulitan, tetapi juga ketika dalam keadaan lapang. Ibadah, syukur, dan zikir di waktu senang akan menjadi bekal spiritual saat menghadapi kesulitan.

5. Optimisme dalam Menghadapi Ujian

Penutup hadis menyatakan bahwa:

“Pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Insyirah: 5:

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

Ayat dan hadis ini menyiratkan pesan optimisme dan keteguhan. Seorang muslim hendaknya meyakini bahwa setiap kesulitan menyimpan kemudahan, dan bahwa ujian hidup adalah sarana peningkatan derajat dan kedekatan dengan Allah.

Hadis At-Tirmidzi No. 2516 adalah wasiat agung yang mencerminkan prinsip-prinsip dasar dalam membangun keteguhan spiritual dan keimanan seorang muslim. Lima prinsip yang terkandung dalam hadis tersebut—menjaga Allah, bergantung hanya kepada-Nya, meyakini takdir, mengenal Allah dalam segala kondisi, serta optimisme dalam menghadapi ujian—merupakan fondasi kokoh dalam memperkuat akar keislaman.

Penguatan akar keislaman adalah proses berkelanjutan yang memerlukan pemahaman yang benar, praktik keimanan yang konsisten, dan penghindaran terhadap segala bentuk penyimpangan aqidah. Semoga kita termasuk golongan yang menjaga Allah dalam setiap langkah, sehingga Allah menjaga kita dalam setiap keadaan. (BM)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak