![]() |
| Oleh : IMMawan Subhan Sekertaris Komisariat STIE YAPIS Dompu |
Manusia dalam kesehariannya sering kali terjebak dalam rutinitas duniawi yang menjauhkan dari nilai-nilai ketakwaan. Ramadhan hadir sebagai momentum penyucian diri, di mana puasa menjadi sarana untuk menahan diri dari hal-hal yang dapat merusak kesucian hati dan pikiran. Dengan menahan lapar dan dahaga, manusia diajarkan untuk mengendalikan hawa nafsu dan menumbuhkan kesabaran.
Sebagai mana firman Allah dalam Surah Al-baqarah ayat 183 "Wahai Orang -orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Selain itu, dalam Ramadhan, manusia diajak untuk memperbanyak ibadah seperti shalat tarawih, tadarus Al-Qur'an, serta memperbanyak sedekah. Hal ini membentuk pribadi yang lebih dekat kepada Allah dan peduli terhadap sesama. Dengan menahan diri dari hal-hal yang bersifat material, manusia belajar untuk mensyukuri nikmat yang sering kali dianggap remeh.
Ramadhan juga mengajarkan pentingnya kebersamaan dan solidaritas sosial. Momen berbuka puasa menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi, baik dalam lingkup keluarga, sahabat, maupun masyarakat luas. Kebiasaan memberi makan kepada orang yang berpuasa serta zakat fitrah menjadi bukti bahwa Ramadhan bukan hanya tentang hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Dalam Ramadhan, manusia diajak untuk lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Mereka yang berpuasa merasakan bagaimana rasanya menahan lapar dan haus, sehingga tumbuh empati terhadap kaum dhuafa. Hal ini menumbuhkan semangat kepedulian sosial yang seharusnya tidak hanya berhenti di bulan Ramadhan, tetapi terus berlanjut dalam kehidupan sehari-hari.
Ramadhan bisa diibaratkan sebagai cermin bagi manusia untuk mengevaluasi diri. Apakah setelah Ramadhan, seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya? Apakah nilai-nilai kesabaran, keikhlasan, dan kepedulian tetap terjaga setelah bulan ini berlalu? Ramadhan bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang seharusnya meninggalkan jejak dalam kehidupan manusia sepanjang tahun.
Manusia yang benar-benar memahami esensi Ramadhan akan menjadikannya sebagai titik balik dalam kehidupan. Ia akan lebih sadar akan tujuan hidupnya, lebih bijak dalam menghadapi tantangan, dan lebih bertanggung jawab terhadap sesama.
Bulan Ramadhan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga bulan refleksi dan transformasi diri. Manusia yang memanfaatkan kesempatan ini dengan baik akan keluar dari Ramadhan dengan hati yang lebih bersih, jiwa yang lebih kuat, dan kehidupan yang lebih bermakna. Semoga setiap Ramadhan yang kita lalui membawa kita lebih dekat kepada Tuhan dan menjadikan kita manusia yang lebih baik di dunia dan akhirat.
